Pages

Labels

Selasa, 24 Agustus 2010

Borobudur, Candi Budha Terbesar di Abad ke-9

BorobudurSiapa tak kenal Candi Borobudur? Candi Budha ini memiliki 1460 relief dan 504 stupa Budha di kompleksnya. Jutaan orang mendamba untuk mengunjungi bangunan yang termasuk dalam World Wonder Heritages ini. Tak mengherankan, sebab secara arsitektural maupun fungsinya sebagai tempat ibadah, Borobudur memang memikat hati.

Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja kerajaan Mataram Kuno, keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan, seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang lain mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.

Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10 tingkat. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.

Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu, melambangkan manusia yang masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya disebut Rupadhatu melambangkan manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa dan bentuk. Pada tingkat tersebut, patung Budha diletakkan terbuka. Sementara, tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang berlubang-lubang disebut Arupadhatu, melambangkan manusia yang telah terbebas dari nafsu, rupa, dan bentuk. Bagian paling atas yang disebut Arupa melambangkan nirwana, tempat Budha bersemayam.

Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan betapa mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda, yaitu Ramayana. Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat saat itu. Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta (Semarang).

Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-orang yang ingin mempelajari ajaran Budha. YogYES mengajak anda untuk mengelilingi setiap lorong-lorong sempit di Borobudur agar dapat mengerti filosofi agama Budha. Atisha, seorang budhis asal India pada abad ke 10, pernah berkunjung ke candi yang dibangun 3 abad sebelum Angkor Wat di Kamboja dan 4 abad sebelum Katedral Agung di Eropa ini.

Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya), Atisha mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut "The Lamp for the Path to Enlightenment" atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.

Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri dikitari rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Dasarnya adalah prasasti Kalkutta bertuliskan 'Amawa' berarti lautan susu. Kata itu yang kemudian diartikan sebagai lahar Merapi. Beberapa yang lain mengatakan Borobudur tertimbun lahar dingin Merapi.

Dengan segala kehebatan dan misteri yang ada, wajar bila banyak orang dari segala penjru dunia memasukkan Borobudur sebagai tempat yang harus dikunjungi dalam hidupnya. Selain menikmati candinya, anda juga bisa berkeliling ke desa-desa sekitar Borobudur, seperti Karanganyar dan Wanurejo untuk melihat aktivitas warga membuat kerajinan. Anda juga bisa pergi ke puncak watu Kendil untuk dapat memandang panorama Borobudur dari atas. Tunggu apa lagi? Tak perlu khawatir gempa 27 Mei 2006, karena Borobudur tidak terkena dampaknya sama sekali.

Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Sumber : http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/candi/borobudur/

Pantai Pandansimo Baru Tawarkan Sesuatu yang Lain


Lain dengan pantai kebanyakan, Pantai Pandansimo Baru yang terletak di sebelah timur Pantai Pandansimo lama menawarkan suasana pantai yang lebih teduh dan nyaman bagi pengunjung yang hadir.

Ketua II Pokgiat LPMD Pantai Pandansimo Baru, Jumali menyatakan, sejak tiga bulan yang lalu warga Dusun Ngentak Poncosari, Srandaan, Bantul mulai mengembangkan pantai Pandamsimo untuk menjadi kawasan wisata yang menarik bagi wisatawan.

"Pantai Pandansimo Baru tidak panas, tapi menawarkan keteduhan yang didapat dari air laut dan pohon akasia yang ada di sekita pantai yang ditanam warga sekita lima tahun lalu," ujarnya.

Lebih lanjut Jumali mengatakan bahwa Pantai Pandansimo Baru juga tidak seperti pantai lain yang cenderung terjal, tapi pantai sepanjang sekitar 600 meter tersebut justru malah masuk kategoi pantai yang landai.

Dalam hal pengemabangan, Pantai Pandansimo Baru mulai berbenah sejak tiga bulan lalu. Hal tersebut diwujudkan dengan membuat temat usaha tempat pelelangan ikan (TPI) secara swadaya oleh warga setempat.

"Kami mulai membangung TPI dalam dua kategori yakni ukuran 3x6 m sebanyak 61 unit. Masing-masing unit seilai Rp 5 juta. Lalu ada ukuran 9x6 m sebanyak 21 dari target 35 unit senilai Rp 20 juta per unit," katanya.

Dengan potensi yang ada, Jumali mewakili kelompok warga meminta kepada pemerintah untuk setidaknya memberikan bantuan bagi penataan kawasan sekitar Pantai Pandansimo Baru. "Mungkin setidaknya kami butuh sekitar Rp 15 juta untuk penataan kawasan di sekitar Pantai Pandansimo Baru," akunya.

Diharapkan, pengerjaan penataan kawasan Pantai Pandansimo Baru akan dapat diselesaikan pada tahun ini juga. Sementara itu, Jumali dkk juga sedang mencari investor yang bersedia menanamkan modalnya di Pantai Pandansimo Baru.

"Penataan yang paling kami dibutuhkan meliputi sarana prasarana dan mushola," tuturnya.

Pengembangan Pantai Pandansimo Baru secara khusus memang dilakukan sebagai salah satu upaya untuk menghilangkan citra negatif Pantai Pandansimo lama yang selama ini telah tertanam di masyarakat. Wilayan Pantai Pandansimo Baru sendiri dipisahkan oleh hutan lindung di antara Pantai Pandansimo dan Pantai Pandansimo Baru.
Sumber : gudeg.net

Teater Boneka Hibur Warga Ledok Tukangan

Pentas keliling Teater Lakon yang digawangi oleh Aletta Smeets dan Ista Bagus Putranto mendapat apresiasi masyarakat Ledok Tukangan Yogyakarta, Jumat (20/8) lalu. Tak hanya anak-anak, ibu-ibu dan bapak-bapak pun tertarik untuk sekadar menyaksikan pertunjukan yang mungkin untuk pertama kalinya mereka saksikan itu.

Mengambil cerita "Monyet Loe!", pentas tersebut mengisahkan tentang isu Global Warming yang akhir-akhir ini dampaknya semakin terasa hampir di seluruh penjuru dunia.

Production Manager Teater Garasi Reni Karnila Sari menyatakan, pentas ini sebagai usaha untuk membuka mata kita terhadap apa yang teah terjadi saat ini, khususnya bagi anak-anak yang akan mewarisi masa depan nanti.

"Saat ini perubahan musim terjadi dengan luar biasa. Semuanya karena pemanasan global yang disebabkan oleh tidak diperhatikannya lagi lingkungan oleh manusia, bahkan sejumlah pihak merusaknya," ujarnya di Ledok Tukangan, Jumat (20/8).

Pentas berdurasi sekitar satu jam itu berkisahkan tentang Hanoman dan SUbali yang hidup di dalam hutan. Ketika sedang bermain dan sedang asiknya, mereka tersesat.

Hanoman diambil oleh pemburu liar dan dijadikan sebagai obyek hiburan untuk tamu-tamu di sebuah cafe. Dalam sangkar, Hanoman sangat sedih dengan hidupnya yang setiap hari dipaksa untuk menari-nari demi mendapat uang untuk majikannya.

Suatu hari, Hanoman berkenalan dengan Anton, seorang anak jalanan yang sedang berteduh di teras rumah tempatnya dikurung. Akhirnya Anton bersedia membantu Hanoman yang sedang mengalami kesulita.

Menurut Reni, semakin banyak binatang-binatang yang menjadi langka atau bahkan punah, memberi pesan bahwa kita pun suatu saat nanti bisa menjadi seperti mereka bila tidak menjaga lingkungan.

Petunjukan ini berdasarkan pengalamannya bermain teater boneka sejak kecil dan keinginan untuk memberi hiburan yang mendidik bagi anak-anak melalui pertunjukan yang mengombinasikan teknik teater dari budaya Indonesia dan Belanda.

Pertunjukan secara tersirat ingin mengingatkan bahwa tokoh Hanoman dalam cerita menggambarkan populasi orangutan di Indonesia yang semakin hari semakin menghilang. "Yang menyedihkan adalah yang menghancurkan populasi mereka adalah manusia," terangnya. 


Sumber : gudeg.net

Lebih Mengenal Masjid Pathok Nagara Mlangi

Meski telah mengalami sejumlah renovasi dari bentuk dan bangunan aslinya, Masjid Pathok Nagara Mlangi masih menjadi salah satu masjid pathok nagara yang bersejarah dan sering didatangi pengunjung khususnya pada bulan Jawa Ruwah, Sawal, dan Suro.

Arsitektur masjid Mlangi pada asalnya sama dengan masjid keraton yang lain. Bentuknya seperti Masjid Pathok Nagari Plosokuning. Bangunannya mengikuti gaya arsitektur Jawa dengan penyangga-penyangga kayu.

Konon pada masa dulu, soko masjid ini berjumlah 16 buah termasuk empat soko utama di ruang utama masjid. Di sisi masjid dibangun pawestren, tempat khusus untuk sholat kaum putri. Di bagian depan, sisi depan, kanan dan kiri masjid terdapat blumbang sebagai tempat membersihkan kaki jamaah sebelum memasuki masjid.

"Sekarang bentuk bangunannya sudah banyak mengalami perubahan. Blumbang yang dulu mengelilingi masjid, sekarang sudah tidak ada lagi. Pada waktu itu, air blumbang diambil dari bendungan Mlangi di wilayah timur. Namun pada perkembangan selanjutnya, jika air dialirkan untuk mengairi blumbang masjid, sawah-sawah di sekitarnya menjadi kering. Akhirnya, blumbang ini ditutup supaya tidak mengganggu kepentingan irigasi sawah," ujar Ta'mir Masjid Mlangi, M. Akban Ikhwan di Masjid Mlangi, Jumat (20/8).

Selain itu, renovasi yang dilakukan tahun 1985 juga membuat konstruksi bangunan berbeda dari bangunan aslinya. Jika pada masjid pathok nagara umumnya hanya terdiri dari satu bangunan, Masjid Mlangi harus diubah menjadi dua tingkat.

"Setelah sebelumnya sowan dulu ke Kraton meminta izin untuk renovasi, kraton memberikan izin dengan syarat tidak mengubah bentuk aslinya. Namun karena tuntutan untuk memperluas bangunan, masjid Mlangi kemudian ditingkat," paparnya.

Saat ini, konstruksi bangunannya pun diganti dengan pilar-pilar beton. Sekalipun demikian, bentuk masjid aslinya dipertahankan dengan dinaikkan di lantai atas. Di sisi depan sebelah utara ditambah menara setinggi 20 meter, sesuatu yang tidak lazim dalam arsitektur masjid Kasultanan.

Meski demikian, masih ada sejumlah bagian masjid yang masih terjaga keasliannya seperti mustoko masjid yang konon sama dengan mustoko masjid Demak. Selain itu kelir di halaman depan masjid juga masih dipertahankan. Sementara di bagian atas terdapat sebuah godho dengan posisi berdiri.

Mimbar yang ada di masjid ini juga termasuk yang masih asli. Di sisi depan ada tangga bertingkat. Di bagian luarnya diberi kain mori putih, seperti mimbar-mimbar di masjid kerajaan Mataram tempo dulu. Beduknya juga mempertahankan replika aslinya. Sekalipun tidak menggunakan kayu yang utuh, diameter beduk ini sama dengan ukuran bedug yang asli, yakni 165 cm.

Hingga saat ini, pesona masjid ini tetap memikat banyak orang untuk datang baik yang bertujuan untuk sholat maupun berziarah. Hal ini terbukti setiap diadakan khaul, mereka yang hadir umumnya telah berulang kali datang.

"Umumnya, pengunjung yang datang ke masjid sekalian berziarah ke makam yang ada di belakang masjid yakni makam Kyai Nur Iman," terangnya.

Menurut M akban, asal-usul atau cikal bakal berdirinya Dusun Mlangi dapat dikatakan dari legenda cerita rakyat yang dianggap benar-benar sudah terjadi. Cikal bakal dusun ini adalah dari Kyai Nur Iman, dan untuk mengenang beliau maka setiap tanggal 14 Sura (Muharram) diadakan ziarah atau 'khaul'.

Sementara nama masjid Mlangi sendiri diyakini berasal dari pemulangan yang artinya tempat untuk memberi pelajaran atau 'mulangi' atau 'mengajar'. Maka sejak itulah desa ini disebut Desa Mlangi.

Kegiatan 'mulangi' tersebut masih berjalan hingga saat ini, dan bahkan semakin lama semakin banyak santri yang datang ke Desa Mlangi untuk mengaji di sana seiring dengan dikukuhkannya Desa Mlangi sebagai Desa Wisata Religi Mlangi.

Secara administratif, Desa Wisata Mlangi terletak di Dusun Mlangi, Kelurahan Nogotirto, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman DIY. Mlangi yang terletak hanya sekitar 7 km barat laut dari Kota Yogyakarta dapat ditempuh dengan melalui jalur lingkar barat atau ringroad barat. 


Sumber : gudeg.net

Promo Khusus bagi Pengguna BlackBerry di Melia

Masih berkaitan dengan usianya yang tahun ke-15, Melia Purosai menawarkan sejumlah layanan menarik bagi tamunya yang menggunakan BlackBerry selama 15 hari mulai 20 Agustus hingga 4 September 2011 mendatang.

Public Relations Manager Hotel Melia Purosani Yogyakarta, Dyah Retno Wikan menyatakan, pihaknya membidik para pengguna BlackBerry karena mereka memiliki komunitas yang cukup besar.

"Komunitas pengguna BlackBerry pasti memerlukan tempat yang nyaman untuk berkumpul dan bersosialisasi. Untuk itu kami memberikan penawaran khusus bagi mereka di Melia," tuturnya di Hotel Melia Purosani Yogyakarta, Sabtu (21/8).

Layanan tersebut adalah dengan memberikan diskon sebesar 20 persen untuk paket buka puasa prasmanan seharga Rp 100 ribu nett per orang dan harga khusus untuk kamar sebesar Rp 645 ribu ++ per kamar per malam.

Sementara menu buka puasa yang digelar di El Patio Coffee Shop ini hadir setiap hari Senin hingga Sabtu. "Menu-menu yang tersaji akan bervariasi dan berganti setiap harinya dengan komposisi empat macam menu pembuka, satu sup, delapan macam menu utama dan tiga macam menu penutup.

"Menu-menu Nusantara ini juga masih akan tetap bisa dinikmati hingga akhir bulan Ramadhan," terangnya.

Untuk dapat menikmati fasilitas ini caranya cukup mudah. Dengan menunjukkan Blackberry jenis apapun ke reception atau ke El Patio pada saat kedatangan, maka para pengguna akan langsung dapat menikmati keuntungan ini.

"Tapi karena waktu yang terbatas maka pengguna Blackberry diharapkan dapat reservasi terlebih dahulu atau langsung datang ke Melia Purosani," harapnya. 


Sumber : gudeg.net

Meski Kaya Seniman, Jogja Miskin Film

Siapa yang menyangkal bahwa sebagian besar seniman nasional asalnya dari Jogja? Siapa yang menyangkal bahwa Jogja memiliki peran besar dalam perfilman nasional? Tapi siapa yang bisa menyebutkan apa saja film produksi asli Jogja? Ternyata, meski kaya akan seniman handal, Jogja miskin film.

Itulah sepenggal keluhan aktor senior dan sutradara film nasional Slamet Rahardjo Djarot mengenai Jogja yang menurutnya juga merupakan kampung halamannya selain Sunda yang merupakan tempat kelahirannya.

Pria kelahiran Serang, Banten 21 Januari 1949 itu menyatakan bahwa saat ini Jogja hanyalah menjadi tempat lokasi syuting sejumlah film yang sama sekali tak berkaitan langsung dengan Jogja. Menurutnya, hal tersebut sangat disayangkan.

"Bahkan FTV itu sebenarnya merupakan penghinaan bagi masyarakat Jogja. Mereka yang memanfaatkan Jogja datang tanpa kulo nuwun, tanpa mengetahui bagaimana sejatinya jalan pikiran Jogja," ujarnya dalam workshop 'Jogja Goes to Screen' Membangun Industri Ideal Perfilman di Yogyakarta, di Ruang Seminar TBY, Senin (23/8).

Bagi Slamet, hanya ada beberapa film yang mampu menerjemahkan jalan pikiran sejati masyarakat Jogja ke dalam layar lebar. "Coba lihat film '6 Jam di Jogja' karya Usmar Ismail dan 'November 88' karya Teguh Karya. Film tersebut adalah film Jogja," terangnya.

Slamet mengkui bahwa biaya pembuatan film memang cukup besar. Untuk itu dibutuhkan pihak yang memang peduli dan komitmen terhadap dunia perfilman khususnya di Yogyakarta.

"Film memang butuh duit, tak hanya doa restu saja. Di Jogja tak ada orang yang mau mengeluarkan duit untuk membuat film. Padahal sangat banyak yang bisa diangkat dari Jogja misalnya masalah kehidupan yang terjadi dalam masyarakat dll," tegasnya.

Untuk itu, Slamet menyindir pihak pemerintah dan penguasa yang hingga saat ini belum juga menyadari potensi luar biasa yang dimiliki oleh Jogja dalam hal perfilman.

Pada kesempatan tersebut, Slamet juga berharap agar jika ada kesempatan, Jogja harus mendirikan sebuah komunitas film yang nantinya bisa dipandang oleh masyarakat bahkan di tingkat nasional. "Yang penting adalah membuat dulu film besar," pintanya.

Seharusnya, Jogja bisa membuat banyak film produksi asli Jogja mnengingat banyaknya seniman dan sutradara ternama asal kota budaya ini. Lebih-lebih, ternyata ada sebanyak 40 rumah produksi film.

Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan Propinsi DIY, Djoko Dwiyanto menyatakan pihaknya tahun ini telah dan sedang menjalankan tiga kegiatan sebagai upaya mendukung dan mengembangkan perfilman DIY.

"Kami sedang melakukan kajian film, membuat direktori lokasi syuting di DIY, serta menggelar festival film indie dan sejumlah proyek pembuatan film televisi (FTV)," paparnya. 


Sumber : gudeg.net

 

Blogger news

Blogroll

About